Berita

all you can eat, mengandung gharar kah?

Bayar 100rb all you can eat, mengandung gharar kah?

 Oleh : Annida Nurfauziah

Tanya : Akhir – akhir ini di restoran banyak sekali yang menawarkan konsep bayar 100.000 All you can eat ( makan sepuasnya ), lantas bagaimana islam memandang Mu’amalah seperti ini ?

Jawab : Restoran dengan konsep all you can eat ( AYCE ) makin populer dikalangan anak muda. Setelah ditelusuri ternyata konsep penyajian makanan ini sudah di mulai sejak abad ke-16. Mengutip dari Food and Wine, konsep ini berawal dari Eropa pada abad ke-16. Masyarakat Swedia adalah yang pertama kali mencetuskannya. Dalam konsep AYCE, pengunjung bisa makan sepuasnya dari seluruh menu yang tersaji di sana, dengan harga dan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. ( Koran Sindo, Sabtu/10 April 2021 )

Hingga akhirnya konsep ini mulai viral di restoran – restoran yang ada di Indonesia pada akhir tahun 2019 hingga saat ini. Pasalnya masyarakat sangat tertarik dengan konsep yang ditawarkan restoran,  hanya dengan membayar sekian rupiah masyarakat dapat makan sepuasnya. Dan kini, peminat restoran AYCE terus meningkat, hingga mulai hadir berbagai variasi dari restoran tersebut. Mulai dari rentang harga yang beragam serta makanan yang disajikan pun kini berbeda – beda.  

Bagi yang sudah pernah mengunjungi dan makan di restoran AYCE pasti pernah bertanya – tanya mengapa pengelola restoran berani memberlakukan sistem ini, seolah-olah mereka berani rugi.

Dari aspek fikih objek makanan atau minuman yang diperjual belikan tersebut belum diketahui ukuran dan porsinya, sehingga muncul pertanyaan bolehkah transaksi ini? Bagaimana dengan gharar yang ada padanya?

Namun pada faktanya paket makanan yang diperjualbelikan tersebut diketahui ( maklum ) porsi maksimumnya atau yang biasa orang konsumsi, kadarnya diketahui dan sudah diperhitungkan oleh penjual dan disetujui oleh pembeli, walaupun jumlahnya secara spesifik tidak diketahui.

Karna dalam berbisnis sudah pasti seorang pengusaha menghitung keuntungannya dengan sangat matang. Ada beberapa peraturan yang biasa diterpakan di restotran AYCE, diantaranya :

1.      Beberapa restoran punya peraturan tegas, salah satunya jika pelanggan yang makan sebanyak mungkin dan di luar batas, maka pegawai akan mencatat dan meminta orang tersebut untuk meninggalkan restoran. Peraturan lainnya di beberapa restoran adalah pelanggan harus membayar setiap makanan yang tersisa di piring.

2.      Memberi batas waktu, sehingga pelanggan memperkirakan porsi makannya. Karna jika melewati batas waktu maka pelanggan akan dikenakan denda bahkan bayar full.

Dari dua ketentuan di atas dapat diketahui hakikatnya sebuah restoran telah memperkirakan takaran makan umumnya masyarakat, sehingga bagi siapa yang menyisakan makanan atau tidak dihabiskan akan dikenai denda yang membuat pelanggan akan lebih berhati – hati dalam menakar makanan. Begitu pula dengan waktu yang dibatasi, karena biasanya konsep all you can eat ini hanya berlaku bagi makan di tempat tidak untuk take away. Dengan waktu yang terbatas pelanggan tidak akan mengambil porsi berlebih yang membuat dia terburu – buru dan tidak menikmati makanannya, maka pelanggan akan makan dengan porsi wajar bahkan cenderung sedikit khawatir kehabisan waktu.

Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwasanya transaksi ini bukan bagian dari gharar, karena transaksi all you can eat memenuhi aspek gharar ringan menurut tradisi masyarakat ( urf ), dalam transaksi ini sebenarnya ukuran porsi makan telah diperkirakan oleh pemilik restoran dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku, hanya saja penamaan konsep ini adalah sebuah strategi marketing agar menarik minat masyarakat banyak terkhusus kaum milenial, dan juga sebuah bisnis pastilah sudah memperkirakan antara laba dan rugi.

Adapun gharar yang di larang adalah gharar berat/katsir, sedangkan yang ringan seperti yang tidak bisa dihindari dan di maklumi menurut tradisi bisnis ( urf tijari ) adalah ditolerir. Sebagaimana tercantum dalam keputusan AAOIFI Bahrain no 31 bahwa gharar ringan diperkenankan, dengan merujuk kepada hadits Rasulullah SAW tentang larangan jual beli gharar :

نهى رسول الله ( ص ) عن بيع الغرر ( رواه مسلم )

“ Rasulullah SAW melarang jual beli gharar “ ( HR. Muslim )

Dalam fikih islam klasik, ada model transaksi gharar yang diperkenankan walaupun jumlah besaran objek tersebut tidak diketahui, seperti jual beli juzaf, yaitu jual beli barang yang ditaksir jumlahnya tanpa diketahui secara pasti jumlahnya.

Contoh lain yang serupa dengan masalah ini adalah pemesanan kamar hotel yang disertai dengan paket sarapan untuk tamu dua orang, tanpa diketahui makanan apa yang dihidangkan, berapa porsi dan jumlahnya, namun ini sudah menjadi tradisi yang berlaku di masyarakat, sehingga menjadi maklum dan diperbolehkan dalam fikih islam.

Beberapa contoh lain dari gharar yang diperbolehkan dan disepakati ulama :

·        1. Jual beli kacang – kacangan / biji – bijian yang isinya tidak dapat diketahui

·       2.  Jual beli rumah yang pondasinya tidak terlihat

·        3. Meyewa toilet umum yang waktu penggunaannya tidak dapat diketahui

·        4. Menyewa rumah kontrakan sebulan, padahal dalam satu bulan ada yang berjumlah 28/29/30 hari

Wallahu alam bishowab